Tampilkan postingan dengan label Kumpulan Cerpen Kemarau di Sei Lesan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kumpulan Cerpen Kemarau di Sei Lesan. Tampilkan semua postingan

31 Juli 2021

Kumpulan Cerpen Kemarau di Sei Lesan

Juli 31, 2021 0

 

Judul: Kemarau di Sei Lesan
Penulis: Amry Rasyadany
Penerbit: Deepublish
ISBN: 978-623-02-2555-0
Tahun terbit: 2021
Tebal: 185 halaman
Ukuran: 14 cm x 20 cm

“Hidup di zaman edan, serba salah dalam bertindak. Ikut edan tak akan kuat, jika tak ikut maka tak akan kebagian, akhirnya melarat.
Namun Allah Maha Adil. Sebahagia-bahagianya orang yang lupa, lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada”

(Serat Kalatidha; R. N. Ronggowarsito)

 

Kemarau di Sei Lesan adalah judul dari salah satu cerita pendek yang terhimpun dalam buku ini. Berkisah tentang sekelompok orangutan masa depan yang berhasil bertahan meski telah dinyatakan punah oleh manusia. Bersamanya saya ceritakan pula berbagai kisah yang berangkat dari kondisi negeri, masyarakat, alam dan lingkungan, dan perilaku kita sebagai pemimpin di muka bumi.

Kemarau di Sei Lesan dan 13 cerita lainnya dalam buku ini lahir dari keresahan terhadap kelangsungan lingkungan hidup, terhadap bumi, terhadap rumah yang tak lagi ramah, terhadap zaman yang semakin gila. Kemarau terasa semakin menyengat, air-air menjadi racun, kota-kota semakin liar, manusia berhenti menjadi manusia, musim hujan menjadi ganas, air menggenang di mana-mana, tanah-tanah longsor karena kehilangan penyangganya.

Keresahan itu saya sampaikan dalam berbagai macam bentuk perwakilan, berbagai simbol dan perumpamaan. Sehingga dunia yang hadir tidak hanya terkurung dalam perspektif penulis semata. Namun juga dapat melayang-layang bebas seirama dengan daya khayal para pembaca.

Dengannya saya ingin menyampaikan bahwa kita tidak sedang baik-baik saja, bumi sedang bersiap menutup riwayat, kawan-kawan kita sesama makhluk hidup dalam keadaan sekarat, sedangkan manusia semakin berbahaya dan lupa.

Mungkin kita semua adalah orang lalai, yang abai melihat hutan-hutan terbakar, tanah-tanah berlubang, burung-burung menghilang, sungai-sungai tercemar, manusia-manusia lapar, sehingga tak sungkan memakan daging saudaranya sendiri. Atau mungkin kita tak sepenuhnya lupa, kita berusaha untuk tetap ingat dan waspada, meski pada akhirnya tetap terlena juga. Maka semoga Kemarau di Sei Lesan bisa menjadi penjaga, agar kita selalu berusaha untuk tetap ingat dan waspada.

Dan terimakasih, telah membaca. Semoga kita berbahagia selamanya.

 

Yogyakarta, Desember 2020

 

Amry Rasyadany


20 November 2017

Pungguk dan Burung Kecil Berwarna Cokelat

November 20, 2017



Langit malam berselimut awan warna kemuning. Bulan sedang penuh. Cahayanya menyamarkan bintang-bintang. Anak-anak manusia bermain di bawah sinar purnama. Para orangtua sibuk bercengkrama sambil mengawasi anak-anak mereka.
Tapi cerita ini tidak memakai manusia sebagai tokohnya. Mengingat kebanyakan manusia tidak terlalu merindukan bulan. Bahkan kebanyakan manusia hanya tahu seorang saja yang pernah bertemu bulan: Amstrong. Itu pun kebanyakan manusia lainnya percaya bahwa kabar itu bohong. Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa cerita ini tidak mengambil manusia sebagai tokohnya. Untuk apa menceritakan manusia yang tidak merindukan bulan?
Toko Buku LNTRA
Hak Cipta Isi © Amry Rasyadany. Diberdayakan oleh Blogger.